Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Angka Kejadian Diare Pada Balita

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar  Belakang

 

Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi, karena di seluruh  Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, Menurut Dr. Soedjatmiko (2008),kematian bayi atua balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit diare, bahkan untuk mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya pemeriksaan cukup mahal (Kompas.com 2008).

Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id). Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare menjadi penyebab nomor satu kematian balita di seluruh  Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan (lisa ira, 2002).

Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008).

Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan istilah “Muntaber”. Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat (± 48 jam) penderita akan meninggal (Triatmodjo. 2008).

Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat terutama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare.

Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus (Medicastor 2006).

Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia adalah 56,5 % dengan 95 % CI 51,3 – 61, 6%. Hasil ini sama dengan penelitian-penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez (1974-1975) dan Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian 47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998) mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama dengan negara maju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi kita. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada  menurut musim, keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas (Unair. 2008).

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. “Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan mayarakat (Depkes RI 2008).

Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik). Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (Ummualya. 2008).

Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma dengan sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-24 jam. Infeksi bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada penderita yang mengalami dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di usus karena sigelosis bisa menyebabkan kehilangan darah yang berat. Penyebab- diare sangat penting untuk diketahui. Dokter tidak dapat meresepkan obat tanpa mengetaui penyebab diare (wordpress 2008).

Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar (handwashing 2006).

Penyakit diare menjadi penyebab utama nomor dua kematian pada anak usia 6 bulan hingga 2 tahun. Penyebabnya, pemberian antibiotic saja(cpd.dokter 2008).

Penyebab diare pada balita lebih beragam. Bisa karena infeksi bakteri, virus, dan amuba. Bisa jadi juga akibat salah mengonsumsi makanan. Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare. Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan pewarna atau pengawet (melanicyber 2008).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada balita.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan Tingkat pengetahuan ibu dengan angka kejadian  diare pada balita di wilayah Puskesmas Jati Sampurna tahun 2011.

1.2 Perumusan  Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Hubungan  Tingkat Pengetahuan ibu dengan angka kejadian  diare pada balita di wilayah   Puskesmas Jati Sampurna  tahun 2011.

1.3  Tujuan  Penelitian

1.3.1Tujuan umum

Untuk mengetahui Tingkat pengetahuan Ibu dengan angka kejadian diare pada        balita di wilayah  Puskesmas Jati Sampurna Tahun 2011.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.1.1 Untuk mengetahui Hubungan  Tingakt Pengetahuan ibu tentang diare

1.3.2.2 Menganalisis Hubungan Tingkat Pengetahaun ibu dengan angka

Kejadian diare pada balita di wilayah Puskesmas Jati sampurna tahun 2011

1.3      Manfaat  Penelitian

1.4.1 Hasil penelitian ini menyediakan informasi bagi ibu  tentang penyakit diare yang terjadi pada balita.

1.4.2 Sebagai  mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang   penyakit   diare pada balita.

1.4.3 Sebagai bahan masukan bagi perawat rumah sakit khusus di ruang anak dengan penyakit diare pada balita

1.4.4 Sebagai sumber  pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya bagi perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan terutama pada penyakit diarepada balita.

1.4.5 Hasil penelitian ini merupakan sumber data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit diare pada balita.

1. 5   Ruang  Lingkup Penelitian

Untuk memberikan pandangan atau  gambaran Hubungan  Tingkat Pengetahuan ibu dengan angka kejadian diare pada balita di wilayah Puskesmas Jati sampurna tahun 2011

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengetahuan
      2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penawaran rasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) ( Sukidjo .N. A, 1960).

2.1.2 Tingkatkan pengetahuan
Menurut Notoatmojo (1993), Pengetahuan mempunyai tingkatan yaitu :
2.1.2.1 Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari      sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh dapat menyebutkan tanda – tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

2.1.2.2 Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui. Dan dapat menginterpertasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. Contoh dapat menjelaskan mengapa kita harus makan – makanan yang bergizi.

2.1.2.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau kegunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain. Contohnya dapat menggunakan prinsip – prinsip, siklus pemecahan masalah, dari kasus yang diberi.

2.1.2.4 Analisis (Analysis)

Adalah suatu harapan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam komponen – komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya dengan yang lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

2.1.2.5  Sintesis

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun, merencanakan, meningkatkan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

2.1.2.6  Evaluasi

Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan – kemampuan untuk melakukan identifikasi atau  penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek,

penilaian – penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria tak ada.

 2.2  Pengertian  Balita  

Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk mandiri dengan usaha anak balita yang tumbuh.

2.2.1 Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan

2.2.1.1  Masa neoratus : usia 0 – 28 hari

2.2.1.2  Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
2.2.1.3  Masa neonatal lanjut : 8 – 20 hari

2.2.1.4  Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun

2.2.2 Masa bayi : usia 0 – 1 tahun
2.2.2.1 Masa bayi dini : 0 – 1 tahun
2.2.2.2 Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun

2.2.3  Masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun)

2.2.3.1  Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun
2.2.3.2  Pra sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun

2.2.4  Masa neonatal

Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah serta mulai  berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi yang sehat berkisar  antara 3000-3500 gr, tinggi badan sekitar 350 gr, selama 10 hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat badan lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami kenaikan. (Soetjeningsih, 2003)

2.3 Pengertian  Diare

Diare  adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, ke enceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. (Aziz, 2006).

Diare didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan   karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah, 2002).

Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).

2.4 Faktor Penyebab Diare
      2.4.1 Faktor infeksi
2.4.1.1 Infeksi enteral

infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut :

2.4.4.1.1  Infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

2.4.4.1.2  Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)

2.4.4.1.3  Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides)
2.4.1.2  Infeksi parental

ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya

2.4.2 Faktor Malabsorsi
2.4.2.1  Malabsorsi karbohidrat disakarida

2.4.3  Faktor makanan

2.4.3.1 makanan basi

2.4.3.2 makanan beracun

2.4.3.3 alergi terhadap makanan

2.4.4  Faktor psikologis

2.4.4.1 rasa takut dan cemas

2.4.4.2 Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah 2003).

2.5.5  Faktor-Faktor yang Meningkatkan Resiko Diare
2.5.5.1 Faktor lingkunga

2.5.5.1.1 Pemasukan air tidak memadai

2.5.5.1.2 Air terkontaminasi tinja

2.5.5.1.3 Fasilitas kebersihan kurang

2.5.5.1.4 Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air besar

2.5.5.1.5 Kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anak di WC

2.5.5.1.6 Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes . Misalnya         makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak.

2.5.5.2  Praktik penyapihan yang buruk

2.5.5.1.1  Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan dan melalui pemberian susu melalui botol

2.5.5.1.2  Berhenti menyusui sebelum anak berusia 1 tahun

2.5.5.3  Faktor individu
2.5.5.1.1  Kurang gizi

2.5.5.1.2  Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih lazim terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami campak.

2.5.5.4  Produksi asam lambung berkurang
2.5.5.5  Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran makanan yang normal

 

2.5 Tanda dan Gejala
2.5.1 gelisah

2.5.2 suhu tubuh biasanya meningkat

2.5.3 nafsu makan berkurang atau tak ada

2.5.4  kemudian timbul diare

2.5.5  feces atau tinja cair, mungkin disertai lendir atau  darah.

Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu, Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003)

2.6  Gejala-Gejala Dehidrasi
2.6.1 Dehidrasi ringan

2.6.6.1.1 Meningkatnya rasa haus
2.6.6.1.2 Kegelisahan atau rewel
2.6.6.1.3 Menurunnya elastisitas kulit
2.6.6.4 Mulut dan lidah yang kering
2.6.6.5 Mata yang kering karena tidak adanya air mata
2.6.6.6  Mata yang cekung

2.6.2  Dehidrasi berat
2.6.2.1 Tangan dan kaki yang dingin dan lembab
2.6.2.2 Anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas
2.6.2.3 Ketidakmampuan untuk minum

2.6.2.4 Hilagnnya elastisitas kulit secara sepenuhnya
2.6.2.5 Tidak ada air mata
2.6.2.6 Lapisan lendir yang sangat kering pada mulut
2.6.2.7 Pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni

2.6.3  Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah dua tahun

No.

Derajat Dehidrasi

PWL

MWL

CWL

Jumlah

1.

Ringan

50

100

25

175

2.

Sedang

75

100

25

200

3.

Berat

125

200

25

350

2.6.4 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun

No.

Derajat Dehidrasi

PWL

MWL

CWL

Jumlah

1.

Ringan

13

80

25

135

2.

Sedang

50

80

25

155

3.

Berat

80

80

25

185

2.6.5 Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur

No.

Berat Badan

Umur

PWL

MWL

CWL

Jumlah

1.

0-3 Kg

0-1 bulan

150

125

25

300

2.

3-10

1 bln – 2 thn

125

100

25

250

3.

10-15

2-5 thn

100

80

25

205

4.

15-25

5-10 thn

80

25

25

130

(Ngastiyah 2003)
Keterangan :
PWL : Cairan yang hilang karena muntah
NWL : Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan
CWL : Cairan hilang karena muntah hebat

2.7  Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
2.7.1  Gangguan osmotik

makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan    osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2.7.2 Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

2.7.3 Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

2.8  Komplikasi  Diare

Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup :

2.8.1  Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh

Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik.

2.8.2  Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus)

Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya

2.8.3 Septi semia

Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.

2.8.4  Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi

Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah (Ramaiah 2002).

2.9  Pencegahan Diare

2.9.1 Beri ASI eksklusif sampai empat atau enam bulan dan teruskan menyusui sampai   setidaknya setahun.

2.9.2  Hindari pemberian susu botol.Setelah usia 4-6 bulan, berikan makanan yang bergizi,  bersih dan aman untuk mulai menyapih.

2.9.3  Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan anak-anak.

2.9.4  Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari.

2.9.5 Jika anda tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama.

2.9.6  Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya

2.9.7  Cucilah tangan dengan sabun dibawah air yang mengalir sebelum memberi makan anak, memasak, setelah pergi ke WC atau membersihkan anak.

2.9.8  Buanglah tinja yang dikeluarkan anak dalam WC segera mungkin.

2.9.8  Segeralah cuci baju yang terkena tinja anak dengan air hangat.

2.9.9  Berikan imunisasi campak kepada akan pada usia sembilan bulan karena resiko diare parah dan malnutrisi yang mengikutinya lebih tinggi. Setelah infeksi campak.

2.9.10  Pastikan bahwa daerah dimana anak bermain atau merangkak tetap bersih. Cucilah mainan yang anak mainkan secara teratur.

3.0  Cara Pemberian Cairan Dalam Terapi Dehidrasi

3.0.1 Belum ada dehidrasi
Peroral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi.

3.0.2 Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25-50 ml / kg BB peroral (intragastrik), selanjutnya : 125 ml / Kg BB / hari ad libitum.

3.0.3  Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
1 jam pertama :
40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes / kg BB / menit (Set infus 1 ml = 20 tetes).
7 Jam berikutnya :
12 ml / kg BB / Jam = 3 tetes / kg / BB / menit (Set infus berukuran 1 ml = 15
tetes) atau 4 tetes / kg / BB / menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
16 jam berikutnya :
125 ml / kg BB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG 11 intravena 2 tetes / kg / BB / menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes / Kg / BB / menit. (1 ml = 20 tetes) (Ngastiyah 2003).

3.1  Pengobatan untuk diare

3.1.1  Obat anti sekresi
Asetosal dosis 25 mg / tahun dengan dosis minimun 30 mg klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari

3.1.2 Obat spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papverim, ekstrak beladora, opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi.

3.1.3Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebab kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg / KG / BB / hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis atau bronkopneumonia (Ngastiyah 2003)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.2  Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dijabarkan dengan menggunakan skema Hubungan  Tingkat Pengetahuan ibu dengan angka kejadian  diare pada balita di wilayah Jati Sampurna tahun 2011.

Dari konsep diatas penulis dapat menyatakan sebagai berikut :

Variabel  Independent                                                                             Variabel   Dependent

Tingkat Pengetahuan Ibu

Kejadian Diare pada Balita

Alasan yang mendasari tentang pemilihan  veriabel Tingkat Pengetahuan Ibu dan kejadian Diare pada Balita sebagai berikut:

1. Variabel tersebut menurut teori ada pengaruhnya terhadap kejadian Diare

2. variable tesebut dapat di tanyakan  langsung pada responden

3. biaya nya sederhana dan lebih mudah

3.3  Defenisi  Operasional

NO  VARIABEL DEFINISI  OPERASIONAL KATEGORI SKALA
1 Tingkat Pengetahuan Ibu hasil tahu dari ibu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
  1. Tingkat pengetahuan rendah (0-1)
  2. Tingkat pengetahuan sedang (2)
  3. Tingkat pengetahuan tinggi( 3)
Ordinal
2 Kejadian  Diare pada balita Jumlah balita yang mengalami suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya pada balita, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. 1.diare

2.tidak diare

Nominal

3.4    Hipotesa penelitian

3.4.1 Apakah ada  hubungan antaraTingkat  Pengetahuan Ibu dengan kejadian Diare pada Balita

3.4.2 Apakah tidak ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan kejadian Diare pada    Balita

3.5    Metode penelitian

Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif tipikal,dimana data yang  menyangkut variabel  bebas dan variable  terikat  , bahkan tujuan untuk mengetahui  Hubungan  Tingkat Pengetahuan Ibu dengan angka kejadian  Diare pada Balita di wilayah  Puskesmas Jati Sampurna tahun 2011.

3.6 Teknik  pengambilan sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, populasi pada  penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di wilayah puskesma Jati sampurna Tahun 2011  yang berjumlah 50 orang (Notoadmojo,2005).

3.6.2        Sampel
Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah quota sampling yaitu sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang di telita dan di anggap mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu yang memiliki anak yang menderita sakit diare di wilayah puskesmas Jati Sampurna tahun 2011 yang berjumlah 20 orang (Notoadmojo,2005).

3.7      Teknik  Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dan terlebih dahulu diberi       penjelasan singkat kepada responden tentang kuisioner dan hal-hal yang tidak dimengerti responden.

3.8  Teknik Pengolahan data
Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

3.8.1Editing
Editing adalah dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data, dapat diperbaiki dengan memeriksa dan dilakukan pendataan ulang.

3.8.2  Coding

Coding adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode dengan petunjuk.

3.8.3  Tabulating

Tabulating adalah untuk mempermudah analisa data dimasukkan dalam bentuk  distribusi frekuensi.